Kamis, 31 Maret 2011

MENGAKTIFKAN INDERA KEENAM UNTUK MELIHAT ALLAH SWT

Dan barang siapa di dunia ini buta hatinya, maka di akhirat nanti juga akan buta, dan lebih sesat lagi jalannya.

(QS. Al-Israa’ [17]: 72)

Keluargaku........, Mendengar kata ‘indera keenam’ pasti yang terbayang dalam benak kita adalah orang-orang sakti yang memiliki ilmu kanuragan tinggi, sakti mandraguna, bisa melihat apa yang orang lain tidak bisa lihat, dan bisa merasakan apa yang orang lain tidak rasakan. Manusia sebenarnya memiliki enam indera. Namun yang kita tahu selama ini hanyalah lima indera saja atau yang biasa disebut ‘panca indera’. Fungsi dan mekanisme kerja indera keenam dan panca indera sangat berbeda.

Panca indera terdiri dari mata, telinga, hidung, lidah dan kulit. Mata, digunakan untuk melihat. Hanya dapat melihat sesuatu apabila ada cahaya. Secara fisika, benda dapat kita lihat karena benda tersebut memantulkan cahaya ke mata kita. Jika tidak ada pantulan cahaya, meskipun di depan kita ada suatu benda, benda tersebut tidak akan bisa kita lihat. Misalnya dalam kegelapan, kita bahkan tidak akan mampu melihat tangan kita sendiri. Maka bersyukurlah kepada Allah SWT karena diberikannya sinar atau cahaya.
Indera penglihatan ini memiliki keterbatasan. Ia hanya mampu melihat jika ada pantulan cahaya pada frekuensi 10 pangkat 14 Hz. Mata tidak bisa melihat benda yang terlalu jauh. Tidak bisa melihat benda yang terlampau kecil seperti sel-sel ataupun bakteri. Tidak bisa melihat benda yang ada dibalik tembok. Bahkan mata kita sering ‘tertipu’ dengan berbagai kejadian. Misalnya pada siang hari yang terik, dari kejauhan terlihat air yang mengeluarkan uap di atas jalan beraspal. Namun apabila kita mendekat ternyata yang kita lihat tidak benar adanya. Ini yang kita sebut fatamorgana. Tipuan lain adalah pembiasan benda lurus dalam air, sehingga benda tersebut kelihatan bengkok. Bintang yang kita lihat di langit sangat kecil ternyata sungguh sangat besar, dan lebih besar dari bumi yang kita tempati.

Penglihatan oleh mata kita sangat kondisional, seringkali tidak ‘menceritakan’ keadaan yang sesungguhnya pada otak kita. Bukti-bukti di atas memberikan gambaran bahwa indera mata kita mengalami distorsi alias penyimpangan yang sangat besar. Namun, mata inilah yang kita gunakan untuk melihat dan memahami dunia nyata yang ada di luar diri kita. Matapun tidak bisa melihat apa yang ada dalam diri kita dan yang ada dalam diri orang lain. Apa yang orang lain pikirkan dan rasakan tidak bisa dilihat oleh mata. Mata sungguh sangat terbatas.

Namun keterbatasan ini harus pula kita syukuri. Bayangkan saja apabila mata kita bisa melihat benda yang ukurannya mikroskopis seperti bakteri ataupun jamur. Maka kita tidak akan bisa makan dengan tenang dan nikmat, sebab semua makanan yang kita makan mengandung bakteri dan jamur yang bentuknya sangat menyeramkan. Satu menit saja kita menyimpan makanan dalam keadaan terbuka maka jamur dan bakteri sudah ada pada makanan tersebut. Atau seandainya mata kita tidak terbatas, maka kita akan bisa melihat setan-setan dan jin-jin yang berkeliaran di sekitar kita, dapat melihat orang di balik tembok, dapat melihat proses pencernaan yang terjadi dalam tubuh kita sendiri sehingga menjadi kotoran. Sungguh kehidupan kita akan sangat menyeramkan.

Indera selanjutnya adalah telinga
. Ia merupakan organ tubuh yang digunakan untuk mendengarkan suara. Telinga hanya bisa mendengar suara pada frekuensi 20 s/d 20 ribu Hz. Suara yang memiliki frekuensi tersebut akan menggetarkan gendang telinga kita, untuk kemudian diteruskan ke otak oleh saraf-saraf pendengar. Hasil dari interpretasi otak, suara dapat ditandai dan dikerahui. Apabila suara getarannya dibawah 20 Hz maka suara tidak bisa didengar, dan apabila melebihi 20 ribu Hz maka suarapun tidak akan mampu didengar dan bahkan gendang telinga akan pecah alias rusak.
Pada intinya telinga kitapun memiliki keterbatasan layaknya mata. Allah SWT memberikan batasan pendengaran pada kita sebagai karunia dan rahmat yang harus pula kita syukuri. Bayangkan saja jika pendengaran kita tidak dibatasi, maka kita akan bisa mendengarkan suara-suara binatang malam, juga kita bisa mendengarkan suara jin sedang bercakap-cakap, dan lain sebagainya, maka hidup kitapun tidak akan tenang.

Indera yang ketiga adalah hidung
. Indera ini digunakan untuk merasakan bau. Di dalam rongga hidung terdapat saraf-saraf yang akan menerima rangsangan bau yang masuk. Selanjutnya saraf menghantarkannya ke otak untuk diterjemahkan. Sebagaimana mata dan telinga, hidung juga memiliki keterbatasan kemampuan. Misalnya, apabila hidung kita menerima aroma makanan yang terlalu pedas maka kita akan bersin-bersin. Apabila hidung sering merasakan bau busuk maka kepekaannya terhadap bau busuk akan hilang. Misalnya kita tinggal di lingkungan yang banyak sampah berbau busuk. Awalnya kita amat terganggu dan tidak tahan dengan bau tersebut, namun lama kelamaan kita tidak akan merasakan bau busuk tersebut.
Indera keempat dan kelima adalah indera pengecap dan peraba, yakni lidah dan kulit. Lidah digunakan untuk mengecap rasa, sedangkan kulit untuk merasakan kasar, halus, panas, dingin, dan lain-lain. Kedua indera inipun memiliki keterbatasan dalam memahami fakta yang ada di luar dirinya. Kalau kulit kita dibiasakan dengan benda kasar terus dalam kurun waktu yang lama, maka kepekaan kulit kita untuk memahami benda yang halus juga akan berkurang. Begitu juga dengan kemampuan lidah kita. Dalam kondisi tertentu, misalnya kita terbiasa dengan makanan pedas, maka lidah tidak akan merasakan enaknya makanan yang tidak terasa pedas.

Dengan berbagai penjelasan di atas tidak diragukan lagi bahwa lima indera yang kita miliki semuanya serba terbatas, kondisional, dan seringkali tertipu oleh hal-hal yang sebenarnya jelas namun terinterpretasi secara tidak jelas. Sebenarnya manusia memiliki indera yang lebih hebat lagi dibandingkan dengan panca indera. Itulah indera keenam. Setiap orang memiliki indera keenam yang bisa berfungsi melihat, mendengar, merasakan, dan membau sekaligus. Indera tersebut yakni hati kita. Akan tetapi beberapa potensi fungsi hati di atas tidak pernah mampu kita maksimalkan. Kenapa? karena memang kita tidak pernah melatihnya.
Manusia terlahir sudah memiliki indera keenam yang berfungsi dengan baik. Karena itu seorang bayi dapat melihat ‘dunia dalamnya’. Ia menangis dan tertawa sendiri karena melihat ada ‘dunia lain’. Seorang anak pada masa balitanya bisa melihat dunia jin misalnya. Akan tetapi seiring dengan bertambahnya waktu, kemampuan indera keenam tersebut menurun drastis. Sebabnya adalah orang tua kita tidak melatih indera keenam kita. Mereka lebih melatih panca indera kita untuk memahami dunia luar. Orangtua kita sangat risau apabila kita tidak bisa menggunakan panca indera kita dengan baik. Namun sebenarnya kemampuan penginderaan hati kita jauh lebih dahsyat.

Hati kita bisa merasakan, melihat, dan mendengar apa yang tidak dirasakan, dilihat, dan didengar oleh panca indera. Kita bisa ‘kenalan’ dengan Allah SWT hanya dengan cara mengaktifkan fungsi hati kita dengan baik. Kita bisa melihat Allah hanya dengan hati kita, bukan dengan mata. Kita bisa merasakan adanya Allah bukan dengan kulit kita, namun dengan hati. Allah SWT sudah mengingatkan kita dalam Alqur’an akan pentingnya menghidupkan hati, dalam Alqur’an surat Al-Israa’ [17] ayat 72 disebutkan:

“dan barang siapa di dunia ini buta hatinya, maka di akhirat nanti juga akan buta, dan lebih sesat lagi jalannya”.

Rasulullah SAW pernah mengingatkan para sahabat akan pentingnya mengedepankan fungsi hati sebagai raja bagi kehidupan. Apabila kita menjadikan akal kita sebagai raja dan hati menjadi pengawalnya, maka tunggulah kehancuran hidup kita. Hati kita akan tertutup dengan bercak hitam sehingga kita tidak mampu mengenal Allah. Akal menjadi raja untuk diri kita karena kita membiasakan diri menilai kebahagiaan hidup hanya melalui apa yang dirasakan di dunia ini saja. Yang dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dirasakan oleh lidah dan kulit, semuanya diinterpretasikan di otak (akal). Sehingga kitapun lebih memercayai rsio, logika dan nalar kita untuk mengukur kebahagiaan hidup. Pola ini akan membawa kita pada pola hidup yang mengandalkan akal dan mengesampingkan hati nurani. Banyak orang yang pintar dan cerdas dalam menguasai suatu ilmu namun kering akan ruhani ketuhanan. Mereka tidak mampu melihat sesuatu yang metafisik, sesuatu dibalik segala ciptaan yang tak terbatas. Mereka akhirnya juga tidak mampu mereguk nikmatnya ibadah dan tidak mampu merasakan kehadiran Allah SWT.

Berbeda halnya apabila hati kita yang menjadi raja bagi diri kita. Kita akan bisa merasakan kehadiran Allah SWT dalam hidup kita. Dalam kehidupan sosial, kita juga bisa merasakan apa yang orang lain rasakan (peka). Oleh karena itu jadikanlah hati sebagai raja bagi diri kita.

Orang yang tidak melatih hatinya saat hidup di dunia – sehingga hatinya tertutup – maka mereka akan dibangkitkan oleh Allah SWT di akhirat nanti dalam keadaan buta. Dalam surat Thahaa [20] ayat 124 disebutkan:

“Barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta”.

Lalu, bagaimanakah cara melatih hati kita untuk bisa ‘melihat’ Allah SWT? Mari kita menuntut ilmu demi mengharap ridha Allah SWT, bekerja karena Allah SWT, sholat, puasa, bersedekah, dzikir, do’a, dan semua bentuk ibadah adalah karena Allah SWT, dengan hati yang tulus dan ikhlas. Insya Allah kita akan bisa melihat Allah SWT di dunia ini dan juga di akhirat kelak. Wallahu a’alam bi showab.

Baca Selengkapnya... - MENGAKTIFKAN INDERA KEENAM UNTUK MELIHAT ALLAH SWT

Senin, 28 Maret 2011

Sejarah Singkat Nabi Muhammad SAW

Keluargaku........, Kisah Beliau Nabi Muhammad SAW harus dan wajib menjadi contoh bagi semua Umat Islam di dunia

Sejak zaman dahulu, Bangsa Arab memiliki kebiasaan menjadikan kejadian besar yang ada sebagai patokan penanggalan.


Peristiwa penyerangan yang dilakukan oleh pasukan Gajah pimpinan Abrahah yang berniat menghancurkan Kabah di kota Mekah, dianggap sebagai sebuah peristiwa besar yang layak dijadikan patokan penanggalan.
Di tahun pertama penanggalan Gajah ini, tepatnya tanggal 17 Rabi’ul Awwal (12 Rabi’ul awwal menurut mazhab Sunni) 570 M lahir seorang bayi yang kelak akan mengubah perjalanan sejalah manusia.

Dialah Muhammad putra Abdullah bin Abdul Muthallib.
Sejak lahir, Muhammad telah menunjukkan kelebihan yang khusus. Kehidupannya yang dimulai dengan keyatiman karena ayahnya telah meninggal dunia sebelum beliau lahir, penuh dengan kesusahan.

Kesusahan inilah yang menempa diri Muhammad dan mempersiapkannya untuk menjadi manusia besar dan pemuka bagi seluruh umat sepanjang zaman. Empat tahun, Muhammad hidup terpisah dari sang ibu, Aminah binti Wahb dan tinggal di tengah keluarga Halimah as-Sa’diyah.

Setelah berumur empat tahun dengan berat hati, Halimah melepas Muhammad dan mengembalikannya kepada sang ibu. Dua tahun kemudian, Aminah wafat. Muhammad kemudian diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthallib yang amat mencintai dan menghormatinya. Abdul Muthallib yang juga pemuka kaum Quresy telah meramalkan bahwa cucunya ini kelak akan menjadi pemimpin besar bagi umat manusia. Karena itulah, kakek tua yang amat berwibawa ini menghormati dan mencintai Muhammad lebih dari cucu-cucunya yang lain.

Sejak usianya masih belia, Muhammad sudah rajin bekerja, terutama mengembala kambing, karena dengan pekerjaan itu beliau dapat bergaul langsung dengan anak-anak miskin yang tidak biasa menyombongkan diri tidak seperti orang-orang jahiliyyah yang gemar membanggakan kehormatan dan kekayaannya.

Tidaklah mengherankan jika pekerjaan mengembala kambing merupakan salah satu bentuk pendidikan yang di berikan Allah swt. kepada Muhammad calon pemimpin umat manusia di dunia. Muhammad tumbuh besar menjadi pemuda yang dikenal dengan kejujurannya, sehingga beliau mendapat gelar al-Amin yang berarti “orang yang tepercaya”. Bagi masyarakat kota Mekah, tidak ada orang yang bisa dipercaya lebih dari Muhammad al-Amin.

Karena itu, ketika Abu Thalib mengusulkan kepada Khadijah binti Khuwailid untuk menjadikan Muhammad sebagai kepercayaan dalam perniagaannya, usulan itu disambut dengan merta-merta. Pada usia 25 tahun, Muhammad melakukan perjalanan niaga ke Syam dengan membawa barang dagangan milik Khadijah, wanita kaya dari kota Mekah yang amat disegani.
Untuk memudahkan pekerjaan, Khadijah mengirimkan suruhannya bernama Maisarah untuk menyertai dan membantu Muhammad. Kesopanan, kejujuran, dan kepiawaiannya dalam berdagang menarik perhatian Maisarah. Perniagaan ini, membawa keuntungan yang banyak meski dalam berdagang, Muhammad sangat memperhatikan masalah kejujuran. Seluruh kisah perjalanan ini diceritakan oleh Maisarah kepada Khadijah.

Dengan usul Abu Thalib dan sambutan Khadijah, Muhammad datang meminang wanita mulia ini. Perkawinan antara Muhammad al-Amin dan Khadijah disaksikan oleh para malaikat di langit dan di bumi. Perkawinan dengan Khadijah melahirkan enam orang anak di antaranya al-Qaim, Zaenab, Rukayyah, Ummul Kulsum, Fathimah, dan Abdullah. Semua putra beliau meninggal selagi masih kecil.

Sedangkan semua putri beliau sempat memeluk Islam. Ketika umur Muhammad menginjak 35 tahun, banjir dahsyat mengalir dari gunung ke Kabah. Akibatnya, tak satu pun rumah di Mekah selamat dari kerusakan. Dinding Kabah mengalami kerusakan. Pemuka Quraisy memutuskan untuk segera membangun Kabah kembali. Pada saat pemasangan kembali Hajar Aswad, muncul perselisihan di kalangan pemimpin suku.

Masing-masing suku merasa bahwa tidak ada suku yang lain yang pantas melakukan perbuatan yang mulia ini kecuali sukunya sendiri. Karena hal ini, maka pekerjaan konstruksi tertunda lima hari.
Masalah telah mencapai tahap kritis, akhirnya seorang tua yang disegani, Abu Umayyah bin Mughirah Makhzumi, mengumpulkan para pemimpin Quraisy seraya berkata, “Terimalah sebagai wasit orang pertama yang masuk melalui Pintu Shafa.” (buku lain mencatat Bab as-Salam).

Semua menyetujui gagasan ini. Tiba-tiba Muhammad muncul dari pintu. Serempak mereka berseru, “Itu Muhammad, al-Amin. Kita setuju ia menjadi wasit!” Untuk menyelesaikan pertikaian itu, Nabi meminta mereka menyediakan selembar kain. Beliau meletakkan Hajar Aswad di atas kain itu dengan tangannya sendiri, kemudian meminta tiap orang dari empat sesepuh Mekah memegang setiap sudut kain itu.

Ketika Hajar Aswad sudah diangkat ke dekat pilar, Nabi meletakkannya pada tempatnya dengan tangannya sendiri. Dengan cara ini, beliau berhasil mengakhiri pertikaian Quraisy yang hampir pecah menjadi peristiwa berdarah. Demikianlah Muhammad al-Amin menjadi orang orang yang dipercayai oleh seluruh penduduk Mekah ketika itu.

Kisah Beliau Nabi Muhammad SAW harus dan wajib menjadi contoh bagi semua Umat Islam di dunia. Jangan pernah mencemarkan ataupun berpaling daripadanya demi kesejahteraan di dunia & akhirat.Amiin.
Baca Selengkapnya... - Sejarah Singkat Nabi Muhammad SAW

Rabu, 16 Maret 2011

SYAIDINA ALI BIN ABI TALIB KARAMALLAHU WAJHAH (SEJARAH ISLAM)

Keluargaku......., Saiyidina Ali R.A. bukan saja seorang sahabat besar Rasullullah S.A.W. serta yang paling dicintai oleh baginda bahkan beliau juga seorang manusia luar biasa yang memiliki ilmu bagaikan lautan, kefasihan lidahnya yang tiada bandingan sebagai seorang ahli sastera dan pidato, di samping seorang pahlawan yang tiada seorangpun dapat menafikan kehandalannya di antara barisan pahlawan-pahlawan yang ada.
Beliau telah memeluk Islam ketika berumur 8 tahun dan merupakan anak-anak pertama yang memeluk agama Islam. Setengah riwayat menyatakan bahwa beliaulah yang paling dahulu Islam dari Saiyidina Abu Bakar Al-Siddiq R.A. Saiyidina Ali Bin Abu Talib termasuk ahli keluarga Rasulullah S.A.W. sendiri kerana beliau adalah anak saudara baginda yang membesar dalam asuhan dan pemeliharaan Nabi S.A.W. Saiyidina Ali R.A. dilahirkan dalam Kaabah, kiblat yang menjadi kerinduan ummat Islam. Mula-mula yang dilihatnya ialah Muhammad S.A.W. dan Siti Khadijah sedang sembahyang. Ketika beliau ditanyakan kenapa memeluk Islam tanpa lebih dahulu mendapat izin ayahnya, Ali R.A. menjawab, “Apa perlunya aku benmusyawarah dengan ayah demi untuk mengabdi kepada Allah?

Pada mulanya agama Islam hanya berkembang di sekitar lingkungan rumah Rasulullah S.A.W. saja, yakni berkisar pada diri Rasulullah S.A.W., isterinya Siti Khadijah, Ali dan Zaid Bin Haritsah. Pada suatu hari Nabi Muhammad S.A.W. telah mengundang sekalian sanak saudaranya pada satu jamuan di rumahnya. Setelah mereka itu datang maka Rasulullah S.A.W. pun menerangkan kepada mereka itu tentang agama Islam yang dibawanya itu. Maka Abu Lahab memutuskan pembicaraannya serta menyuruh hadirin yang lain supaya meninggalkan jamuan makan itu. Pada keesokan harinya Rasulullah S.A.W. mengadakan pula jamuan makan, dan setelah selesai bensantap makan, maka bersabdalah Rasul S.A.W.

“Saya rasa tak ada seorang yang membawa sesuatu yang lebih mulia daripada yang ku bawa sekarang. Maka siapakah di antara kalian yang akan menolongku? Tatkala mendengarkan rayuan Rasul itu mereka semua marah lalu bangkit untuk meninggalkan rumah itu. Tetapi Ali yang masih lagi belum baligh ketika itu lantas bangun seraya berkata, “Hai Rasulullah, akulah yang akan menolongmu. Aku akan memerangi siapa saja yang akan memerangimu , lalu disambut oleh hadirin dengan tertawa sambil melihat-lihat Abu Talib dan anaknya itu. Kemudian mereka meninggalkan rumah Rasul itu sambil mengejek-ejek.

Saiyidina Ali R.A. pernah berkata, “Aku telah menyembah Allah S.W.T. lima tahun sebelum disembah siapapun dari ummat Muhammad ini. Bahkan beliau adalah salah seorang yang pertama bersembahyang bersama Rasulullah S.A.W. Dalam hubungan ini Anas Bin Malik R.A. pernah berkata, “Muhammad diangkat menjadi Rasulullah pada hari Senin, sedang Ali Bin Abu Talib sudah ikut sembahyang bersama baginda Rasul pada keesokan harinya.

Abu Talib, bapak saudara Rasul adalah seorang yang miskin lagi susah hidupnya serta mempunyai anak yang banyak. Maka dengan maksud untuk meringankan beban Abu Talib itulah atas pikiran. Nabi S.A.W., Saiyidina Abbas Bin Abu Muttalib telah mengambil Ja’afar menjadi tanggungannya sedang Rasul sendiri mengambil Ali. Dengan hal demikian tumbuhlah Ali Bin Abu Talib sebagai seorang pemuda di tengah-tengah keluarga Rasulullah dan langsung memperoleh asuhan dan baginda. Saiyidina Ali R.A. banyak mengambil tabi’at Nabi S.A.W. dan beliaulah yang terdekat sekali hubungannya dengan Rasul serta yang paling dicintainya. Demikian akrabnya Saiyidina Ali R.A. dengan Rasulullah S.A.W. hinggakan beliau hampir-hampir tidak pernah berpisah sejengkal pun dari Rasulullah S.A.W. baik di waktu suka maupun di waktu susah. Pergorbanannya terhadap Islam dan Rasulnya adalah demikian besar sekali dan akan selamanya menjadi contoh keutamaan yang tiada bandingannya dalam sejarah ummat Islam.

Tatkala Rasulullah S.A.W. melakukan hijrah ke Madinah di atas penintah Allah S.W.T. bagi menyelamatkan dirinya dari rencana pihak musyrikin Quraisy yang bertujuan hendak membunuhnya, maka kepada Saiyidina Ali R.A. ditugaskan oleh baginda untuk tidur di tempat tidurnya pada malam yang sangat genting itu. Walaupun tugas itu sangat berat dan berbahaya sekali namun Saiyidina Ali R.A. sebagai sifatnya seorang pejuang yang sejati, telah menyanggupi tugas tersebut dengan hati yang ikhlas dan gembira, karena beliau mengerti bahwa berpeluang menyerahkan nyawanya demi untuk menembus seorang Rasul. Bahkan beliau juga mengerti bahwa tugas yang dilaksanakannya itu akan merupakan pengorbanan yang tidak ada bandingannya di kemudian hani.

Setelah Rasulullah S.A.W. selamat sampai ke Madinah, tidak lama kemudian tibalah pula rombongan Saiyidina Ali R.A. Apakala banyak kaum Muhajinin sampai di kota Madinah itu, Rasullullah S.A.W. telah mengakrabkan antara golongan Muhajirin dengan golongan Ansar. Tetapi anehnya dalam hubungan ini Rasulullah tidak mengakrabkan Saiyidina Ali R.A. dengan siapapun juga, hanya baginda berkata kepada Saiyidina Ali, demikian sabdanya, “Wahai Ali, engkau adalah saudaraku di dunia dan saudaraku juga di Akhirat". Demikian jelaslah bahwa baginda telah mengakrabkan Saiyidina Ali dengan diri baginda sendiri. Kesayangan Rasulullah S.A.W. terbukti dengan menjodohkan Saiyidina Ali R.A. dengan puteri yang paling disayanginya yaitu Fatimah AzZahrah, seorang wanita yang paling utama di syurga, padahal sebelum itu Fatimah sudah pernah dilamar oleh Saiyidina Abu Bakar dan Saiyidina Umar Al Khattab R.A. tetapi Rasul menolaknya dengan lemah lembut dan dengan cara yang bijaksana.

Sebagai seorang yang gagah berani dan sahabat yang paling disayangi baginda Rasul, Saiyidina Ali R.A. tidak pernah ketinggalan dalam setiap peperangan baik besar maupun kecil yang dilakukan oleh Rasulullah S.A.W. Beliau telah melakukan peranan yang penting dalam Peperangan Badar yang terkenal itu. Ketika itu beliau merupakan seorang pemuda yang gagah dan tampan masih berumur 20 tahunan. Dalam peperangan itulah untuk pertama kalinya Rasulullah S.A.W. menyerahkan panji-panji peperangan kepada Saiyidina Ali R.A. dimana beliau telah menjalankan tugasnya dalam peperangan tersebut dengan sangat cemerlang. Setelah peperangan selesai para sahabat tidak menemui Nabi S.A.W. Dalam keadaan mereka tertanya-tanya tentang itu tiba-tiba muncul Rasulullah S.A.W. bersama Saiyidina Ali R.A. seraya baginda bersabda, “Saya sebenarnya ada di belakang kalian sedang merawat perut Ali yang luka". Dari peristiwa ini dapatlah dilihat betapa besarnya kecintaan baginda terhadap Saiyidina Ali R.A. dan bagaimana pula besarnya pengorbanan Ali R.A. dalam menegakkan kemuliaan Agama Islam.

Dalam berbagai peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah S.A.W., Saiyidina Ali R.A. tetap berada di samping baginda. Pada suatu ketika dalam Perang Tabuk, tiba-tiba Rasulullah S.A.W. tidak membenarkan Saiyidina Ali R.A. untuk menyertai baginda hingga sikap Rasulullah S.A.W. itu telah dijadikan modal fitnah oleh pihak musuh-musuh Islam serta kaum munafik konon baginda tidak senang hati terhadap Saiyidina Ali R.A. Jika tidak demikian mengapa baginda mencegahnya ikut perang. Sebagai seorang yang benar dan mencintai kebenaran Saiyidina Ali R.A. kurang senang mendengar desas-desus yang kurang menyenangkan itu lantas beliau terus menjumpai Rasul untuk meminta penjelasan. Untuk menghilangkan keraguan beliau itu, Rasul lalu bersabda kepadanya, “Tidakkah engkau rela hai Ali, kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa ?” Mendengankan kata-kata Rasulullah s.a.w yang menyejukkan jiwanya itu maka barulah puas Saiyidina Ali R.A.

Perkataan Rasul itu telah memperlihatkan betapa besarnya kecintaan dan penghormatan baginda terhadap dirinya.

Dalam Perang Khaibar pula di mana sebuah ibu kota kaum Yahudi sulit untuk ditaklukkan oleh tentara Islam, Saiyidina Ali R.A. telah memainkan peranannya yang penting. Pada mulanya pihak Islam gagal untuk menaklukkan kota tersebut sekalipun telah dilakukan pengepungan beberapa hari lamanya. Dalam detik-detik yang sukar itulah akhirnya Rasulullah S.A.W. bersabda “Saya akan menyerahkan panji-panji peperangan besok pada seorang lelaki yang mencintai Allah dan RasulNya dan dicintai oleh Allah dan RasulNya”.

Semua panglima pasukan masing-masing mengharapkan agar dirinya akan diserahkan panji-panji tersebut, karena setiap mereka bercita-cita akan mendapatkan kemuliaan yang begitu besar sebagai seorang yang mencintai Allah dan RasulNya dan dicintai pula oleh Allah dan RasulNya. Pada keesokan harinya, setelah selesai sembahyang subuh Rasulullah S.A.W. lantas mencari-cari Saiyidina Ali R.A. Nyatalah bahwa Saiyidina Ali R.A. tidak ada di situ karena ketika itu Ali R.A. mengidap sakit mata. Kemudian bersabdalah Rasul “Panggilkan Ali ke mari untuk menjumpai saya", Saiyidina Ali R.A. yang sedang sakit kedua matanya itu lalu datang mengadap Rasulullah S.A.W. seraya baginda pun meludah kepada mata beliau yang sakit itu. Maka dengan serta merta saja sembuhlah mata beliau. Kemudian Rasul pun menyerahkan panji-panji kepada Saiyidina Ali R.A. Maka benteng yang sudah berhari-hari tidak dapat ditembus itu akhirnya dapat dikalahkan di bawah pimpinan panglima Ali Bin Abu Talib R.A.

Satu lagi peperangan di mana Saiyidina Ali Bin Abu Talib R.A. memperlihatkan kegagahan dan keberaniannya yang luar biasa yaitu tatkala saat Perang Khandak atau Ahzab. Perang ini adalah antara pihak Islam dengan kaum musyrik Mekah yang mendapat bantuan dari pihak-pihak Arab yang lain serta orang-orang Yahudi. Orang-orang Islam telah menggali parit-parit di sekeliling kota Madinah sebagai jalan untuk membendung kemarahan pihak musuh saat memasukinya. Jumlah pihak musuh kira-kira 10,000 orang tetapi mereka tidak dapat masuk karena terhalang oleh parit-parit. Namun begitu mereka terus mengepung kota itu selama 15 hari lamanya. Kemudian Allah S.W.T. turunkan angin ribut dari tentera Allah yang tak kelihatan memukul dan menerbangkan kemah-kemah serta alat perang musuh sehingga mereka pun mengundurkan diri dengan penuh kekecewaan.

Semasa peperangan inilah diriwayatkan bahwa beberapa pahlawan musyrik Quraisy telah dapat menyeberangi parit dengan mengendarai kuda. Di antara mereka ialah Amru Bin Abdi Wid, Ikrimah Bin Abu Jahal dan Dhiraar Ibnul Khattab. Apakala mereka itu telah berada di seberang parit, tiba-tiba Amru Bin Wid telah meminta lawan untuk mengadu kekuatan dengan pihak pahlawan-pahlawan Islam. Dia menantang seraya berkata, “Siapa di antara kalian yang berani melawan dengan aku, silakan! Tantangan itu lantas disambut oleh Saiyidina Ali R.A. yang kemudiannya terus meminta izin dari Rasulullah S.A.W. untuk melawan pahlawan musyrik itu. Kata Ali R.A., “Saya akan melawan dia, ya Nabi Allah, Izinkanlah saya. Tetapi Rasulullah S.A.W. telah menahannya dengan sabdanya, “Duduklah engkau hai Ali! Tidakkah engkau tahu dia Amru".

Amru kemudian menantang lagi berulang-ulang hingga dua kali. Setiap ia menantang, Saiyidina Ali R.A. telah berdiri menyahutnya tetapi Rasulullah senantiasa menyuruhnya duduk sambil mengingatkan bahwa lawannya itu bukan padannya karena Amru itu memang terkenal gagah lagi perkasa. Namun begitu Saiyidina Ali R.A. tetap juga mengatakan, “Sekalipun dia itu Amru, hai Nabi Allah, saya tidak takut melawannya. Izinkanlah saya menemuinya. Akhinnya Rasulullah S.A.W. mengizinkannya untuk melawan musuh yang keadaan orangnya lebih tua, lebih besar lagi lebih berpengalaman dari dirinya itu. Sebelum Saiyidina Ali R.A. pergi mendapatkan musuhnya yang menanti itu, Rasulullah S.A.W. telah membekalinya dengan pedangnya lalu kemudian berdoa ke hadrat Allah S.W.T. untuk keselamatan Saiyidina Ali Bin Abu Talib R.A.

Tidak lama kemudian tampillah Saiyidina Ali R.A. ke hadapan musuh. Manakala Amru melihatnya dia tidak dapat mengenalinya kerana muka dan kepala Saiyidina Ali R.A. bertopeng besi lalu ditanyainya:

Siapa engkau, hai pahlawan?

Jawabnya, “Ali!

Tanya Amru lagi, “Ali, anak Abdul Manaf?

Jawab Ali R.A. “Ali, anak Abu Talib

Mendengar nama itu Amru enggan akan melawannya seraya berkata untuk mengecilkan kehandalan Ali R.A. “Wahai anak saudanaku! Lebih baik orang lain saja engkau suruh melawan aku. Panggillah paman-pamanmu yang lebih kuat dari padamu. Aku benci menumpahkan darahmu, karena aku memandang ayahmu seorang sahabat baikku.

Saiyidina Ali R.A. lalu menjawab, “Tetapi aku, demi Allah, tak benci menumpahkan darahmu". Demi mendengarkan jawaban itu maka marahlah Amru dan ia hendak menyerangnya. Tetapi Saiyidina Ali R.A. lalu berkata, “Bagaimana aku akan bertempur denganmu padahal engkau di atas kuda. Turunlah ke mari sama-sama aku di bawah.

Mendengar itu Amru turun dari kudanya, dihunus pedangnya dan untuk menunjukkan kegarangnya disembelih kudanya dan dicencangnya muka kuda itu tak lari. Kemudian ía marah di hadapan Saiyidina Ali R.A. yang dibalas pula olehnya dengan mengacungkan perisainya yang terbuat dari kulit. Amru telah memotongnya, perisainya robek dan pedangnya pun melekat di perisai tersebut dan mengenai kepala Saiyidina Ali R.A. Maka Saiyidina Ali R.A. pun membalas menebas bahu Amru. Ia lalu tersungkur rebah serta mati di seketika. Saiyidina Ali R.A. lantas meneriakkan takbir, “Allahu Akbar" yang disambut pula dengan teriakkan takbir yang bergemuruh di angkasa oleh kaum Muslimin yang menyasikannya, sebagai tanda beryukurnya atas kemenangan mereka. Dan dengan kematian Amru itu kawan-kawannya yang lain berhamburan lari mengundurkan diri.

Rasulullah S.A.W. selalu memilih Saiyidina Ali R.A. untuk melakukan tugas dalam pekerjaan-pekerjaan yang amat berat, yang memerlukan keberanian yang luar biasa serta ketabahan yang besar. Pada suatu masa, Rasulullah S.A.W. telah mengutus pahlawan Islam Khalid Bin Walid ke negeri Yaman untuk melaksanakan tugas sebagai pemenintah dan mubaligh Islam di negeri itu. Setelah bekerja selama enam bulan ternyata Khalid tidak berjaya memperoleh hasil yang diharapkan walaupun setelah bekerja keras. Kemudian Rasulullah S.A.W. pun mengutus Saiyidina Ali R.A. untuk menggantikan kedudukan Khalid Bin Walid sebagai mubaligh dan pemenintah di sana. Penduduk Yaman mendengar Saiyidina Ali R.A. yang telah mereka kenal Sebagai Harimau Padang Pasir itu ditugaskan sebagai pemerintah yang baru, maka bergegaslah mereka berkumpul hingga akhirnya Saiyidina Ali R.A. dapat melakukan sholat subuh bersama-sama mereka.

Setelah selesai sholat subuh, Saiyidina Ali R.A. pun membacakan surat dakwah di hadapan para hadirin. Maka seluruh penduduk dan kaum Hamdan sekeliannya memeluk Islam pada hari itu. Dalam laporan yang dikirimkan oleh beliau kepada Rasulullah S.A.W. Saiyidina Ali R.A. telah mengisahkan peristiwa yang telah terjadi itu. Setelah Rasul S.A.W. membaca laporan tersebut segeralah baginda sujud menyembah Allah sebagai tanda syukur atas peristiwa itu seraya bersabda, “Sejahteralah penduduk Hamdan".

Selaku pemerintah dan mubaligh di Yaman, Saiyidina Ali R.A. juga telah diperintahkan untuk menjadi hakim dalam bidang pengadilan. Oleh kerena beliau merasa dirinya kurang ahli dalam bidang pengadilan itu maka dengan terus-terang dan ikhlas beliau berkata kepada Rasul S.A.W., “Ya Rasul Allah, saya tidak mengerti dan tidak mempunyai keahlian yang cukup mengenai hal pengadilan ini".

Mendengar perkataan Saiyidina Ali R.A. itu segeralah Rasulullah S.A.W. menyapu dada beliau dengan tangan Rasulullah S.A.W. sendiri sambil bersabda, “Ya Allah, bukalah dada Ali untuk menerima ilmu dan lapangkanlah ucapannya dalam soal pengadilan”. Adalah diriwayatkan bahwa berkat doa Nabi Muhammad S.A.W. itu Saiyidina Ali Bin Abu Talib R.A. menjadi seorang hakim yang bijak lagi adil. Baik di zaman Saiyidina Abu Bakar Al-Siddiq R.A. maupun di zaman Saiyidina Umar Al Khattab R.A. selalulah Saiyidina Ali R.A. diajak bermusyawarah dalam memutuskan sesuatu masalah yang dihadapi oleh Khalifah-Khalifah itu. Bahkan Saiyidina Umar Al Khattab R.A. biasanya enggan memutuskan sesuatu keputusan sebelum lebih dahulu Saiyidina Ali R.A. diajaknya berunding.

Demikianlah beberapa kisah riwayat tentang peranan yang pernah dilakukan oleh Saiyidina Ali Bin Abu Talib di zaman hidupnya Rasulullah S.A.W. Ketika Rasulullah S.A.W. wafat, Saiyidina Ali R.A. tidak mempunyai kesempatan untuk menyertai pertemuan para sahabat dan golongan Muhajirin dan Ansar di Balai Bani Saidah hingga terpilihnya Saiyidina Abu Bakar Al-Siddiq sebagai Khalifah. Sebabnya ialah ketika itu beliau sibuk menguruskan jenazah Rasulullah S.A.W. Pada hari yang penuh duka cita itu, beliau sama sekali tidak menghiraukan permusyawaratan yang berlangsung di Balai Bani Saidah itu kerana beliau sibuk dengan tugas-tugas memakamkan jenazah Rasulullah S.A.W. serta menenteramkan sekelian keluarga Rasul S.A.W.

Permusyawaratan di Balai Bani Saidah hampir-hampir saja menimbulkan keadaan yang kacau tetapi akhirnya dapat ditenteramkan dengan terpilihnya Saiyidina Abu Bakar R.A. sebagai Khalifah pertama sesudah Rasulullah S.A.W. Pada mulanya Saiyidina Ali R.A. enggan memberikan persetujuannya terhadap pemilihan Abu Bakar Al-Siddiq R.A. sebagai Khalifah, bukan kerena benci atau kurang senang terhadap Saiyidina Abu Bakar R.A. bahkan kerena rasa hati beliau yang sedang remuk redam disebabkan hilangnya Rasulullah S.A.W. Enam bulan kemudian setelah isteri beliau Siti Fatimah meninggal dunia, maka barulah Saiyidina Ali Bin Abu Talib R.A. memberikan persetujuannya secara rasmi terhadap pengangkatan Saiyidina Abu Bakar R.A. sebagai Khalifah. Saiyidina Abu Bakar R.A. pun selaku pemerintah ummat yang agung, tidak pernah meninggalkan Saiyidina Ali R.A. di dalam permusyawaratan penting.

Apakala Saiyidina Umar Al Khattab menjadi Khalifah yang kedua, Saiyidina Ali R.A. tetap memperoleh kemuliaan dan penghormatan dan Saiyidina Umar R.A. seperti apa yang dinikmatinya semasa pemenintah Abu Bakar R.A. Walaupun diketahui bahwa Umar Al Khattab terkenal sebagai sahabat yang sangat ahli dan bijak dalam bidang hukum, namun baginda sering minta bantuan kepada Saiyidina Ali R.A. di dalam menyelesaikan beberapa hal yang sulit-sulit bahkan pernah diriwayatkan orang bahwa Saiyidina Umar Al Khattab R.A. tidak suka merundingkan soal-soal yang sulit tanpa dihadiri oleh Saiyidina Ali Bin Abu Talib.

Setelah wafat Saiyidina Umar Al Khattab jabatan Khalifah akhirnya jatuh pula ke tangan Saiyidina Usman Bin Affa’n R.A. Namun begitu Saiyidina Ali R.A. tetap memberikan persetujuannya serta ketaatannya kepada Khalifah Usman R.A. sekalipun dirinya juga bercita-cita agar terpilih sebagai Khalifah.

Saiyidina Ali R.A. akhinnya telah dipilih kemudiannya sebagai Khalifah selepas kewafatan Khalifah Usman R.A. sedang ketika itu sebagian besar para sahabat Rasulullah S.A.W. sudah berserak di pelosok kota-kota di seluruh wilayah Islam. Yang masih tinggal di Madinah hanya sebahagian kecil saja.

Setelah jabatan Khalifah jatuh kepadanya maka baharulah Saiyidina Ali R.A. mencoba bertindak untuk membawa garis politik seperti yang pernah dijalankan oleh Rasulullah S.A.W., Khalifah Abu Bakar R.A. dan Khalifah Umar Al Khattab R.A. Tetapi keadaan masyarakat dan ummat sudah jauh berubah disebabkan perkembangan ekonomi dan pembangunan yang diakibatkan oleh perluasan kekuasaan Islam. Cita-cita Saiyidina Ali R.A. untuk membawa kembali dasar pemerintahan ummat sebagaimana zaman Rasulullah dan Saiyidina Abu Bakan R.A. dan Umar R.A. telah menghadapi rintangan dari pihak-pihak yang bertentangan.Disebabkan adanya golongan yang keras menentang sikapnya itu seperti Muawiyah Bin Abu Sufyan dan pembantunya Amru Bin Al As maka tenjadilah satu permusuhan yang sengit antara dua golongan itu. Satu pertikaian yang panjang yang mengakibatkan pertumpahan darah di antara sesama ummat Islam. Muawiyah berkeras enggan mengakui Saiyidina Ali Bin Abu Talib sebagai Khalifah serta menuntut baginda mengenakan hukuman terhadap orang-orang yang bertanggungjawab dalam pembunuhan Saiyidina Usman R.A. Sedang Saiyidina Ali R.A. pula terlebih dahulu telah memecat Muawiyah sebagai gabernur Syam dan juga tokoh-tokoh yang pernah dilantik oleh Khalifah Usman R.A. atas dasar kekeluargaan. Akibatnya maka berlakulah peperangan yang berkepanjangan antara pihak Khalifah Ali R.A. dengan pihak penyokong Muawiyah Bin Abu Sufyan yang terdiri dari penduduk negeri Syam. Kesudahan dari pertikaian yang panjang itu Saiyidina Ali Bin Abu Talib akhirnya mati terbunuh oleh pengikut golongan Khawarij.

Baca Selengkapnya... - SYAIDINA ALI BIN ABI TALIB KARAMALLAHU WAJHAH (SEJARAH ISLAM)

PUSAT INFO MARITIM INDONESIA

DAFTAR LITERATUR PELAJARAN ISLAM

01. 33 FAKTOR YANG MEMBUAHKAN KEKHUSYU'AN DALAM SHALAT
........................................................................................................
02. ADAB BERDO'A
........................................................................................................
03. Adab-Adab Wajib dalam Berpuasa
........................................................................................................
04. AGAR ANDA MUDAH BANGUN UNTUK SHALAT SUBUH
........................................................................................................
05. Akhirnya Saya berhasil Mematikan Rokok
........................................................................................................
06. AMALAN-AMALAN DI BULAN SUCI RAMADHAN
........................................................................................................
07. Apakah Menyentuh Kemaluan Membatalkan Wudhu?
........................................................................................................
08. Bagaimana Cara Menyambut Ramadhan
........................................................................................................
09. Bagaimana Cara Menyambut Ramadhan
........................................................................................................
10. BAHAYA KEMAKSIATAN
........................................................................................................
11. BAHAYA MEROKOK
........................................................................................................
12. BAITI JANNATI
........................................................................................................
13. Beberapa Kekeliruan Kaum Muslimin Seputar Lailatul Qadar
........................................................................................................
14. Beberapa Kesalahan Dalam Bersuci
........................................................................................................
15. Beberapa Kesalahan Dalam Shalat
........................................................................................................
16. CARA PENGOBATAN DENGAN AL QURAN
........................................................................................................
17. CUKUPLAH KEMATIAN SEBAGAI PERINGATAN
........................................................................................................
18. DAHSYATNYA KEKUATAN DO'A
........................................................................................................
19. DAMPAK NEGATIF KEMAKSIATAN DAN DOSA
........................................................................................................
20. DO'A DAN DZIKIR PILIHAN
........................................................................................................
21. DO'A SENJATA ORANG MUKMIN
........................................................................................................
22. DOSA-DOSA YANG DIANGGAP BIASA
........................................................................................................
23. DZIKIR SETELAH SHALAT
........................................................................................................
24. FAEDAH-FAEDAH SAKIT
........................................................................................................
25. Fatwa Tentang Hakikat Sihir
........................................................................................................
26. FATWA TENTANG TATA CARA SHALAT WITIR
........................................................................................................
27. FATWA-FATWA PENTING TENTANG SHALAT
........................................................................................................
28. FATWA-FATWA RAMADHAN
........................................................................................................
29. Hakikat Jin, Pengaruh Dan Cara Pengobatan Kesurupan
........................................................................................................
30. Hal-Hal Yang Diperbolehkan dan Dilarang Dalam Penyelenggaraan Jenazah
........................................................................................................
31. Hal-Hal Yang Diwajibkan dalam Shalat
........................................................................................................
32. HAL-HAL YANG MENGHAPUSKAN DOSA
........................................................................................................
33. Hal-Hal Yang Mewajibkan Mandi
........................................................................................................
34. Haramnya Sihir Pengasih dan Pembenci
........................................................................................................
35. HUKUM MEROKOK DAN MENJUALNYA
........................................................................................................
36. HUKUM ORANG YANG MENGINGKARI ADANYA JIN
........................................................................................................
37. Hukum Perdukunan dan Mendatangi Para dukun
........................................................................................................
38. Hukum Shalat dan Keutamaannya
........................................................................................................
39. HUKUM-HUKUM JENAZAH
........................................................................................................
40. Hukum-Hukum Shalat
........................................................................................................
41. KAIDAH-KAIDAH PENGOBATAN ISLAMY
........................................................................................................
42. Kedudukan Puasa Ramadhan
........................................................................................................
43. KEHIDUPAN SEHARI-HARI YANG ISLAMI
........................................................................................................
44. KEMBALI KEPADA RAMADHAN KAUM SALAF
........................................................................................................
45. Keutamaan Bersegera Menunaikan Shalat
........................................................................................................
46. Keutamaan Ibadah di Bulan Ramadhan
........................................................................................................
47. Keutamaan Ibadah di Bulan Ramadhan
........................................................................................................
48. Keutamaan Qiyam Ramadhan
........................................................................................................
49. Keutamaan Ramadhan
........................................................................................................
50. Keutamaan Shalat Malam
........................................................................................................
51. Keutamaan Shalat Subuh
........................................................................................................
52. KHUSUK DALAM SHALAT
........................................................................................................
53. KHUSYUK dan TUMAKNINAH DALAM SHALAT
........................................................................................................
54. KIAT-KIAT MENGHINDARI BENCANA
........................................................................................................
55. KUMPULAN DO'A DALAM ALQUR'AN DAN HADITS
........................................................................................................
56. LORONG-LORONG SYETAN UNTUK MENYESATKAN MANUSIA
........................................................................................................
57. MAAF...... DILARANG MEROKOK
........................................................................................................
58. Makna Hadits: Tiga Hal Yang Mengikuti Jenazah
........................................................................................................
59. MENGHADIRKAN HATI DALAM SHALAT
........................................................................................................
60. MENGINGAT KEMATIAN & MENYIAPKAN DIRI UNTUK MENGHADAPINYA
........................................................................................................
61. MENGINGAT KEMATIAN & ZUHUD TERHADAP DUNIA
........................................................................................................
62. MENJAGA LISAN
........................................................................................................
63. Menyambut Bulan Mulia
........................................................................................................
64. Menyentuh Perempuan dan Mencium Istri, Apakah Membatalkan Wudhu?
........................................................................................................
65. Meraih Kemenangan di Bulan Ramadhan
........................................................................................................
66. Muhasabah ( Introspeksi diri )
........................................................................................................
67. NASEHAT UNTUK SUAMI ISTRI
........................................................................................................
68. PAGAR DIRI
........................................................................................................
69. Peringatan Bagi yang Melalaikan Shalat Subuh
........................................................................................................
70. PINTU-PINTU PAHALA DAN PENGHAPUS DOSA
........................................................................................................
71. Puasa Anak Kecil di Bulan Ramadhan
........................................................................................................
72. Puasa ‘Asyura
........................................................................................................
73. Ramadhan Bulan Produktifitas
........................................................................................................
74. Ramadhan dan Taubat Kepada Allah
........................................................................................................
75. RENUNGAN PUASA
........................................................................................................
76. Renungan Seputar Shalat Tarawih
........................................................................................................
77. RENUNGAN TENTANG KEMATIAN
........................................................................................................
78. Ringkasan Hukum-Hukum Seputar Puasa
........................................................................................................
79. RISALAH RAMADHAN
........................................................................................................
80. Serial Bimbingan & Penyuluhan Islam
........................................................................................................
81. Shalat Bagi Orang Pemilik Udzur & Shalat Khauf
........................................................................................................
82. Shalat Berjamaah
........................................................................................................
83. Sifat Shalat Nabi dari Takbir Hingga Salam
........................................................................................................
84. SIKSA KUBUR DAN KENIKMATANNYA
........................................................................................................
85. SUAMI TIDAK SHALAT
........................................................................................................
86. TANDA-TANDA HUSNUL KHATIMAH DAN SUUL KHATIMAH
........................................................................................................
87. Tata Cara Shalat Tarawih dan Witir
........................................................................................................
88. Tata Cara Wudhu Yang Sempurna
........................................................................................................
89. TUNTUNAN THAHARAH DAN SHALAT
........................................................................................................
90. Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
........................................................................................................
91. WARA'
........................................................................................................
92. JUDUL
........................................................................................................
93. JUDUL
........................................................................................................
94. JUDUL
........................................................................................................
95. JUDUL
........................................................................................................
96. JUDUL
........................................................................................................
97. JUDUL
........................................................................................................
98. JUDUL
........................................................................................................
99. JUDUL
........................................................................................................
100. JUDUL
........................................................................................................
101. JUDUL
........................................................................................................
102. JUDUL
........................................................................................................
103. JUDUL
........................................................................................................
104. JUDUL
........................................................................................................
105. JUDUL
........................................................................................................
106. JUDUL
........................................................................................................
107. JUDUL
........................................................................................................
108. JUDUL
........................................................................................................
109. JUDUL
........................................................................................................
110. JUDUL
........................................................................................................
111. JUDUL
........................................................................................................
112. JUDUL
........................................................................................................
113. JUDUL
........................................................................................................
114. JUDUL
........................................................................................................
115. JUDUL
........................................................................................................
116. JUDUL
........................................................................................................
117. JUDUL
........................................................................................................
118. JUDUL
........................................................................................................
119. JUDUL
........................................................................................................
120. JUDUL
........................................................................................................
121. JUDUL
........................................................................................................
122. JUDUL
........................................................................................................
123. JUDUL
........................................................................................................
124. JUDUL
........................................................................................................
125. JUDUL
........................................................................................................

LINK ISLAM

01. AL QUR'AN ON-LINE
........................................................................................................
02. DAFTAR ALAMAT LEMBAGA ISLAM
........................................................................................................
03. ISLAM IS MY RELIGION
........................................................................................................
04. ISLAMIC BROADCASTING FORUM
........................................................................................................
05. KABAR ISLAM
........................................................................................................
06. MEDIA ISLAM
........................................................................................................
07. JUDUL
........................................................................................................
08. JUDUL
........................................................................................................
09. JUDUL
........................................................................................................
10. JUDUL
........................................................................................................
11. JUDUL
........................................................................................................
12. JUDUL
........................................................................................................
13. JUDUL
........................................................................................................
14. JUDUL
........................................................................................................
15. JUDUL
........................................................................................................
16. JUDUL
.....................................................................
17. JUDUL
........................................................................................................
18. JUDUL
........................................................................................................
19. JUDUL
........................................................................................................
20. JUDUL
........................................................................................................
21. JUDUL
........................................................................................................
22. JUDUL
........................................................................................................
23. JUDUL
........................................................................................................
24. JUDUL
........................................................................................................
25. JUDUL
........................................................................................................
26. JUDUL
........................................................................................................
27. JUDUL
........................................................................................................
28. JUDUL
........................................................................................................
29. JUDUL
........................................................................................................
30. JUDUL
........................................................................................................
31. JUDUL
........................................................................................................
32. JUDUL
........................................................................................................
33. JUDUL
........................................................................................................
34. JUDUL
........................................................................................................
35. JUDUL
........................................................................................................
36. JUDUL
........................................................................................................
37. JUDUL
........................................................................................................
38. JUDUL
........................................................................................................
39. JUDUL
........................................................................................................
40. JUDUL
........................................................................................................
41. JUDUL
........................................................................................................
42. JUDUL
........................................................................................................
43. JUDUL
........................................................................................................
44. JUDUL
........................................................................................................
45. JUDUL
........................................................................................................
46. JUDUL
........................................................................................................
47. JUDUL
........................................................................................................
48. JUDUL
........................................................................................................
49. JUDUL
........................................................................................................
50. JUDUL
........................................................................................................
51. JUDUL
........................................................................................................
52. JUDUL
........................................................................................................
53. JUDUL
........................................................................................................
54. JUDUL
........................................................................................................
55. JUDUL
........................................................................................................
56. JUDUL
........................................................................................................
57. JUDUL
........................................................................................................
58. JUDUL
........................................................................................................
59. JUDUL
.....................................................................
60. JUDUL
........................................................................................................
61. JUDUL
........................................................................................................
62. JUDUL
........................................................................................................
63. JUDUL
........................................................................................................
64. JUDUL
........................................................................................................
65. JUDUL
........................................................................................................